Kamis, 20 Februari 2014 0 komentar

[CERPEN] Pengorbanan Cinta

By: Joshua Davian (@Joe_Dave48)
Inspired by: Sarafin





            “Sarafin….” Panggilku.
Tidak ada jawaban..
            “Hei, Sarafinn…”Panggilku lebih keras.
            “Ehh, iya ada apa Kak Dave?” Tanyanya sambil menoleh ke aku.
            “Sarafin, hidung kamu berdarah lagi!” Teriakku panic.
Dengan segera aku mengambil tisu kemudia mengusapkannya ke hidung Sarafin. Dia terlihat pucat dan lemas.
            “Kak Dave… aku… gapapa kook…” Ucapnya pelan.
            “Kamu itu lagi sakit, sayang… Jangan buat aku khawatir dong…” Jawabku.
            “Mm-maaf ya kak….”  Tiba tiba ia menangis. Aku jadi merasa bersalah akan kata kataku barusan, spontan aku peluk dia dengan eratnya.
            “Sudah… Yang penting kamu gapapa sekarang. Maafin perkataanku tadi ya?” Jawabku.
            “Hiks… Iyaa kak Dave…” Ucapnya sambil membalas pelukanku.

                                                                        *****

            Sudah 2 tahun berlalu, semenjak aku pertama kali berkenalan dengan Sarafin. Sudah banyak suka dan duka yang telah kami lewati bersama. Bercanda bersama, bertengkar… Walaupun kami kadang bertengkar tapi setelah itu, kami berbaikan kembali. Dan selama itu kesedihanku yang terbesar adalah mengetahui, kalau sebenarnya Sarafin punya penyakit kelainan ginjal, ginjalnya tak berfungsi dengan baik. Hal itulah yang sering membuatku sering khawatir pada keadaannya. Namun dia selalu berkata, “jangan khawatir kak… Aku baik baik saja kook..” Dia selalu berusaha tersenyum meskipun di tengah penderitaan yang dialaminya.

            Suatu hari, sembari menunggu Sarafin pulang sekolah, aku mencoba membaca buku tentang “Strategi Troya” dan “Gunung Vesuvius yang menghancurkan kota Pompey.” Yaah aku cukup suka membaca buku tentang abad pertengahan. Di tengah keasikanku membaca tiba tiba ada yang menutup mataku dari belakang.
            “Ehh, siapa ini…” Tanyaku.
            “Kak Dave….” Sapa suara itu dengan imutnya.
            “Ini Sarafin kan?” Kataku sambil menebak nebak.
Dan ternyata benar, itu adalah Sarafin.
            “Haloo kak..” Sapanya sambil mencium pipiku.
            “Eeh iya, halo... Gimana sekolahmu hari ini?” Balasku sambil mencium keningnya.
            “Yaah, biasa biasa aja sih hehehe… Yuk pulang kak..” Pintanya.
            “Iya deh, ayo..”

Kemudian aku mengantarkan Sarafin pulang dengan motorku. Rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku, hanya beda beberapa blok saja. Setelah hampir 15 menit akhirnya kami sampai di rumah Sarafin.
            “Sarafin, kita udah sampai nih..”
            “Ooh iya kak, hehehe makasih ya udah nganterin..”
            “Iyaa sama sama..” Jawabku.
            “Kak Dave ga mau mampir dulu?” Tanyanya.
            “Enggak deh, kakak masih ada tugas kuliah kimia tentang Katalisator hehehe…” Jawabku.
            “Wah apaan itu? Hehehe yaudah aku masuk dulu yaa kak..” Ucapnya sambil mencium pipiku kemudian ia masuk ke dalam rumahnya. Setelah itu, aku memacu motorku kembali ke rumahku.


                                                                        *****

*Seminggu kemudian*

            “TRRIRITT….” Suara HPku berbunyi.
            “Iyaa halo…”
            “Hallo, ini nak Dave?”
            “Ooh iya bener, ini dari siapa?”
            “Ini dari saya, mamanya Sarafin.”
            “Ooh iya tante, ada apa?” Tanyaku.
            “Begini nak, Sarafin masuk rumah sakit ****… Penyakit ginjalnya sudah parah..” Kata Mamanya.
            “Apa??! Yaudah tante, saya akan segera ke sana.”  Kataku sambil menutup panggilan.
            “Sarafin, ada apa denganmu… Baik baiklah disana sampai aku datang ya..” Batinku cemas.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit, akhirnya aku sampai di rumah sakit yang dituju. Segera aku memarkirkan motorku kemudian aku menuju bagian informasi.
            “Suster, pasien bernama Sarafin ada di ruangan mana ya?” Tanyaku pada seorang suster.
            “Ooh, sebentar saya carikan.. Ada di ruangan 484 mas.” Jawab suster itu.
            “Makasih banyak, suster.” Kemudian aku pergi ke ruangan 484 dan ternyata benar, di depan ruangan itu mamanya Sarafin duduk menunggu.
           
            “Tante, bagaimana keadaannya?” Tanyaku.
            “Kondisinya udah parah nak, Sarafin butuh donor ginjal baru, sedangkan stok di rumah sakit ini ke betulan sudahh habis. Tante ga tau gimana caranya lagi.”
            “Tante tenang yaa, ohh ya Dave mau ijin pulang sebentar, nanti kesini lagi kok te..” Jawabku.
            ‘Yaudah, hati hati ya nak…”
Kemudian dengan cepat aku kembali ke motorku, dan memacunya kembali ke rumah. Setelah sampai di rumah, kebetulan ada papa dan mamaku di rumah, langsung ku hampiri mereka.

            “Pa, ma, ada yang ingin aku bicarakan..” Ucapku.
            “Apa itu nak?” Tanya papaku.
            “Pa, aku ingin mendonorkan ginjalku kepada Sarafin…” Seketika papa dan mamaku kaget.
            “Tapi nak, itu bisa membahayakan nyawamu!”
            “Aku tahu ma, tapi aku gak kuat kalau harus melihat Sarafin menderita, lebih baik aku saja yang mengorbankan diriku daripada harus melihatnya menderita.” Jelasku sambil menangis.
            “Baiklah kalau itu keputusanmu, kami semua menerima, nak..” Kemudian kami berpelukan bersama. Setelah itu kami bersama sama bergegas menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit..

            “Tante, aku mau mendonorkan ginjalku kepada Sarafin..” Kataku.
            “Eh? Benarkah itu Dave? Apa kau serius?” Tanya mamanya Sarafin.
            “Iya te, saya tidak kuat kalau Sarafin harus menderita terus terusan. Saya ingin Sarafin tetap hidup. Te, ini ada surat dari saya, tolong nanti kasihkan ke Sarafin ya tante..” Pintaku.
            “Iya nak, makasih ya buat pengorbananmu untuk Sarafin. Tante merasa sangat berterima kasih banget sama kamu….” Ucap mamanya Sarafin sambil menitikkan air mata.

Setelah itu, aku dibawa ke ruang operasi untuk melaksanakan donor ginjalku. Akhirnya, kehidupanku di dunia ini berakhir. Meninggalkan dunia dengan damai, Sarafin… semoga kamu selamat…

Beberapa saat kemudian…..

            Sarafin terbangun dari tidurnya. Operasi ginjalnya berhasil dan dia kembali berangsur angsur sehat. Ketika ia terbangun kembali….

            “Di… Dimana aku??” Tanya Sarafin. Dia tidak ingat apa yang terjadi dengan dirinya.
            “Sarafin, kamu sudah sadar??” Tanya mamanya bahagia.
            “Ma, aku dimana?” Tanya Sarafin.
            “Kamu di rumah sakit nak….”
            “Ohh ya kak Dave dimana…?”
Mamanya tak dapat menjawab apa apa…. “Sayang, Kak Dave menitipkan sesuatu padamu…” Kata Mamanya sambil menyerahkan suratku.
Sarafin yang kebingungan akhirnya membuka surat yang aku berikan…

“Haloo Sarafin, hehehe.. Maaf ya sebelumnya mungkin saat kamu membaca surat ini aku sudah gak berada di sisimu lagi. Maaf kalau aku tiba tiba meninggalkanmu, aku tidak kuat kalau melihatmu terus menerus menderita. Aku ingin kamu terus hidup dan menggapai cita citamu. Sepasang ginjalku sekarang menjadi milikmu, jaga baik baik ya.. Maaf ya kalau selama ini aku ngecewain kamu, jangan lupain aku yaa J aku sayang kamu, Sarafin..  Kak Dave.”

            Seketika itu juga, Sarafin menangis sekencang kencangnya. Dia tidak percaya kalau Dave mengorbankan ginjalnya untuknya. “Kak Dave, makasih yaa buat pengorbananmu, aku berjanji akan selalu menjaga pemberianmu ini. Makasih untuk semuanya, I love you, Kak Dave….”


THE END


Senin, 17 Februari 2014 0 komentar

[CERPEN] My Love Journey

By: Joshua Davian (@Joe_Dave48)
Inspired by: Serah Sarafin

  

      "MIM!!!! Ayoo bangun, sekolah!!" Teriak seorang ibu ibu dari balik pintu kamarku.
      "Mama.. Bentar lagi dongg.." Jawabku memelas sembari menutup telingaku dengan bantal.
      "Ini udah jam 5.45 loo sayang.." Ucap Mamaku.
Terdiam sejenak....
   
      "Apaa? Gawat bisa telat ntar!" Ucapku panik.
Segera, aku melompat dari tempat tidur dan cepat cepat pergi ke kamar mandi. Ibuku hanya bisa geleng geleng kepala melihat tingkahku.

Haloo, namaku Mimzy Sarafin.. Tapi aku biasa dipanggil Mim. Entah kenapa orang orang memanggilku seperti itu, tapi aku enjoy enjoy aja daah..
Hari ini hari pertama aku masuk sekolah lagi, sekarang aku kelas 1 SMA jadi masih tampang tampang anak SMP baru lulus gitu. Sudah begitu saja perkenalannya..

      Setelah mandi, berpakaian, dan sarapan akhirnya aku siap untuk pergi ke sekolah. Aku pergi ke sekolah dengan naik angkutan umum, jadinya yaa.. Agak lama gitu dah nyampainya. Setelah menempuh perjalanan selama 15 menit, aku sampai di sekolahku. Dengan cepat aku berjalan ke kelasku, tanpa mempedulikan sekitar. Maklum, aku orangnya cuek, dan itulah mungkin alasan mengapa aku belum punya cowok. Yaah let it flow aja dah..


      Saat istirahat, aku hanya diam di tempat duduk sambil menggambar beberapa karakter manga. Oh ya, aku Japan lovers loo, terutama menggambar manga dan nonton anime. Itu kerjaanku kalau aku sedang ga ngapa ngapain. Saat sedang asik asiknya menggambar, tiba tiba ada seekor, eh salah.. -_- maksudku seorang cowok mendekati mejaku.
      "Kamu ternyata suka menggambar manga ya?" Tanya cowok itu tiba tiba.
      "Iya hehehe.." Jawabku singkat.
      "Boleh kenalan? Namaku Dave Michaelis, but you can call me Dave.." Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
      "Namaku Mimzy Sarafin, panggil aja Mim." Jawabku, lagi lagi dengan nada cuek, sembari membalas uluran tangannya.
      "Hehehe yaudah, ini ada wafer buat kamu Mim, aku duluan ya.." Ucap Dave sembari meninggalkanku.

Seketika aku menatap Dave yang pergi meninggalkanku. Cowok ini, care banget ya... Batinku. Belum pernah ada cowok yang sebegitu carenya sama aku. Aku perlahan lahan membuka wafer itu, kemudian memakannya.
      "Enak...." Gumamku. Ahh bodohnya aku yang gak berterima kasih saking cueknya. Beberapa menit kemudian, bel masuk berbunyi. Teman temanku berhamburan masuk ke kelas, termasuk Dave. Diam diam aku mencuri pandang ke arahnya, dan saat dia melewatiku dia sempat memberi senyuman kepadaku. Seketika itu juga jantungku berdetak kencang, aku merasakan rasa suka pada pandangan pertama. Ooh God... Perasaan apa ini...


      Hari hari selanjutnya, aku mulai menjadi "stalker" Dave. Memang bodoh apa yang aku lakukan ini, menyukai seseorang secara diam diam dan tidak berani menyatakan perasaan yang sebenarnya. Tapi untunglah, tak ada yang tahu kalau aku menyimpan rasa terhadap Dave.
Sampai suatu hari, aku mendengar kalau Dave sudah jadian dengan anak tercantik di kelasku, Shinta Naomi. Seketika itu juga hatiku merasa hancur, tak terima apa yang sudah aku lihat..
      "Dave, aku mengagumi sejak awal, aku menyukaimu sejak pertama, mengapa kau tidak peka terhadap perasaanku??" Ucapku dalam hati sambil terisak. Aku ingin mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya padanya tapi aku sadar, aku bukan siapa siapanya lagi. Hanya sebatas friend zone. My heart is broken.....

                                                                           *****

      "Mama, aku ingin bicara sama Mama.." Kataku pada mamaku yang sedang menonton televisi. Segera, mamaku mematikan televisi dan menatap ke arahku.
      "Iya Mim, ada apa sayang?" Tanya Mamaku memulai pembicaraan.
Akhirnya, kuceritakan segala kegalauanku selama ini tentang Dave, dimulai dari rasa suka ku pada Dave sampai kepada rasa sakit yang kualami ketika melihat Dave jadian dengan perempuan lain.
      "Hmm, jadi begitu.. Mama senang Mim sudah memiliki rasa suka pada sesorang. Memang yang namanya Cinta, Mencintai, dan Dicintai itu tidak mudah sayang..." Ucap mamaku dengan lembut.
      "Jadi, aku harus bagaimana, ma?" Tanyaku kebingungan.
      "Mama hanya mau kasih tau sama kamu, Jika kamu yakin dan percaya, maka kejarlah cinta itu. Memang jalannya tidak mudah sayang, tapi asal kamu mau bersabar, kamu pasti menemukan cinta sejatimu." Jawab mamaku.
      "Jadi yang harus aku lakukan... Percaya? Bersabar?" Tanyaku.
      "Keep believe, and you will found your true love.." Ucap mamaku sambil tersenyum.
      "Terima kasih ma, mama memang yang terbaik hehehe.." Ucapku senang sembari memeluk mamaku.
Aku berusaha untuk merenungkan kata kata mamaku. Apakah aku harus tetap menanti Dave? Ahh sudahlah, let it flow aja..

                                                                            *****

3 months later....

Aku mendengar kabar buruk tentang Dave. Naomi memutuskan hubungan dengannya karena ternyata Naomi tidak sepenuh hati berpacaran dengan Dave. Aku senang sekaligus agak sedih mendengar hal ini. Senang karena aku punya kesempatan lebih dekat dengannya, sedih karena melihat Dave yang terlihat berubah semenjak putus dengan Naomi, nilai nilainya menurun, dan dia cenderung melamun, padahal dia dulunya anak yang ceria. Pada suatu hari aku coba mendekatinya yang sedang termenung di luar kelas..

      "Dave, jangan nglamun terus dong.. Ceria lagi hehehe.." Ucapku mencoba menghiburnya.
Dia masih terdiam.
      "Dave, udah ga usah dipikirin lagi soal Naomi..." Ucapku lagi.
      "Kamu tahu apa hah? Jangan sok jadi penghibur deh Mim!" Ucapnya sembari meninggalkanku.
Aku sedikit kaget mendengar perkataannya, tapi aku mengerti, dia masih dalam suasana hati yang buruk, jadi tidak bisa langsung berhasil dihibur....

Suatu hari saat aku sedang duduk sambil menggambar manga, tiba tiba Dave datang menghampiriku.
      "Mim, maafin perkataanku yang kemarin kemarin ya. Aku masih sedikit bad mood jadinya marah marah deh hehehe.. Maaf ya.." Ucapnya.
Aku menghentikan aktivitas menggambarku sejenak, "Iyaa Dave, gapapa kook.." Ucapku sambil tersenyum manis.
      "Hehehe, eh ya aku boleh tanya gak Mim?" Tanya Dave tiba tiba.
      "Eh iya tanya apa nih?" Tanyaku penasaran.
      "Kenapa kamu... Begitu baik sama aku?" Tanya Dave.
Seketika aku menunduk dan tak berani menatap ke arah Dave.
Dave yang melihat kelakuanku merasa sedikit heran.
      "Eh? Ada apa Mim? Maaf yaa kalau pertanyaanku......"
Tanpa sadar, aku memegang tangan kanan Dave, sembari menyandarkan kepalaku ke bahunya.
      "Dave, aku... Aku... Aku suka sama... Kamu sejak... Awal..." Ucapku.
Dave kaget akan perkataanku.
      "Eh? Benarkah itu Mim?" Tanyanya.
      "Aku mengagumimu, aku suka sama kamu, kamu yang care sama kamu pada saat kita baru memasuki kelas ini, itulah alasan kenapa aku menyukaimu.." Ucapku lagi sambil terisak.
Dave terdiam sejenak mendengar penjelasanku ini.


      "Mim, maafin aku yaa yang ga peka terhadap perasaanmu yang berharga ini, maaf aku ternyata sudah membuatmu merasa tersakiti. Makasih ya kamu sudah menyatakan perasaanmu kepadaku.." Ucap Dave lembut.
      "I-Iyaa Dave... " Ucapku sambil sedikit terisak.
      "Oh ya, aku boleh tanya 1 hal lagi gak?" Tanya Dave lagi.
      "Eh iya? Apa itu?" Tanyaku balik.
      "Mim, maukah kamu... Jadi destinasi akhir perjalanan cintaku ini?"
Sontak aku sedikit kaget dengan pertanyaan Dave. Tanpa pikir panjang akhirnya aku menganggukan kepala tanda aku mau menjadi kekasih hatinya.
      "Iya Dave, aku m-mau.. M-mau bangett.." Ucapku bahagia.
      "Terima kasih ya Mim.. Aku janji ga bakal membuatmu kecewa dan sedih untuk kedua kalinya." Ucapnya sambil mencium keningku, aku pun membalasnya dengan mengecup mesra pipinya.


Hari ini, 28 Januari 2014, aku akhirnya menemukan cinta sejatiku, cinta yang selama ini aku tunggu tunggu, yaitu Dave Michaelis, yang telah menjadi kekasihku yang pertama sekaligus yang terakhir dalam hidupku. Aku berharap, cinta ini tetap bertahan sampai maut memisahkan kami berdua.

"Perjalanan cinta memang bukanlah hal yang mudah, dilalui dengan air mata dan berbagai rintangan, tapi menuju tujuan akhir yang sungguh bahagia. Keep believe, and you will found your True Love."


THE END....
 
;