“Cupp!’”
Mendadak ciuman dari bibir Darlene mendarat di pipiku. Sontak aku langsung
kaget ketika dicium oleh Darlene.
“B-babay D-devon..” Ucap Darlene
sambil berlari menuju rumahnya. Wajah Darlene memerah, begitu juga dengan
wajahku. “Ini bukan mimpi kan…?” Tanyaku dalam hati. Aku mencoba menampar
pipiku sendiri. “Aahh! Sakitt!! Ternyata bukan mimpi deh hehehe…” Aku bersorak
kegiranga dalm hati. Bayangin, dapet kiss dari cewek cakep macam Darlene. Aku
sempat berpikir aku adalah orang yang paling beruntung di dunia ini.
“Wah, lupa minta nomor telponnya
Darlene.. Ahh bodoh!” Rutukku.
“Ahh sudahlah, besok juga ketemu
lagi kan…” Aku menghidupkan motor maticku dan segera meluncur ke rumah. Cukup
melelahkan sebenarnya hari ini, tapi karena ada Darlene, rasanya bebanku itu
hilang entah kemana.
Malamnya,
aku hanya berbaring di tempat tidur sambil membaca novel kesukaanku, sampai
tiba tiba handphoneku bergetar tanda ada panggilan masuk.
“Siapa sih nelpon malem malem gini…
Mana gaada namanya lagi..” Batinku. Aku mencoba menjawab panggilan itu.
“Halo Dev…” Ucap suara itu.
Sepertinya suara ini aku kenal…
“Ya… Halo? Ini dari siapa ya?”
Tanyaku.
“Ehh… Ini aku Darlene.. Maaf
mengganggu Dev..” Sontak aku langsung menjawab dengan semangat (aneh memang
-_-)
“Ooh iya Darlene? Ada apa??” Tanyaku
pada Darlene.
“Mm.. Gini… Aku mau tanya tugas
matematika yang tadi.. Kurang jelas nih..” Jawabnya.
“Oohh.. okee tunggu sebentar yaa…”
Ucapku. Aku segera mengambil buku matematikaku, dan menjelaskan tugasnya pada
Darlene.
“Sudah jelas kan?” Tanyaku.
“Hehehe iyaa sudah… Makasih ya Devon…”
Jawab Darlene. Duuh, suaranya imut sekali.
“S-sama sama D-darlene..” Ucapku
gugup.
“Ga perlu gugup juga kali Dev..
Hahahaha…”
“Hihihi… Habisnya aku lagi nelpon
sama bidadari..” Ucapku.
“Gombal mulu kan..” Jawab Darlene.
“Emang gaboleh nih?” Godaku.
“Ga-bo-leh… Hahaha.. Udah ahh aku
mau ngerjain tugas dulu.. Byee Devon…”
‘Oohh okay… Byee Darlene…” Aku
menutup panggilanku. Yess!! Gue dapet nomernya Darlene. Kini komunikasiku
dengan Darlene jadi semakin dekat, makin lama makin dekat.
Beberapa
bulan telah berlalu, kini aku dan Darlene telah menjadi seorang sahabat, sahabat
yag sangat dekat. Sampai sampai beberapa teman kami mengira kalau kami
berpacaran, padahal kami hanya bersahabat. Tapi jujur, aku juga menginginkan
hubungan yang lebih dari seorang sahabat, yap… Andai Darlene bisa menjadi
milikku seutuhnya, pastilah cerita kami berdua jadi lebih indah. Namun apa
daya, aku terjebak “Friendzone”. Huft…
Suatu hari, saat sedang berbincang bincang
dengan beberapa teman laki lakiku, aku melihat Darlene berjalan berdua dengan
seorang cowok dari kelas lain. Aku berusaha untuk tidak negative thinking
terlebih dahulu, bisa saja itu hanya temannya. Namun makin lama, mereka jadi
semakin dekat. Lama lama juga, aku jadi “jealous”.. Hubunganku dengan Darlene
makin lama makin renggang. Tak ada yang kembali menemaniku disaat malam datang.
Sungguh kini hari hariku menjadi sepi dan membosankan.
Suatu ketika, sang cowok si “pacar” Darlene
mendekatiku dan berkata “Hei, kau cowok dekatnya Darlene?” Tanya si cowok itu. “Bukan
urusanku..” Jawabku dingin. “Kuperingatin yaa… Darlene sekarang punya gue… Jadi
jangan coba coba deketin dia lagi. Mengerti?!” “Cihh.. Bisanya cuman
mengancam..” Aku meremehkannya.
“Buak!!!”
Sebuah pukulan keras langsung mengenai pipiku, seketika itu juga mulutku
mengeluarkan darah.
“Itu
peringatan bagimu, sialan!”
TO BE CONTINUED