Sabtu, 10 Oktober 2015

FORBIDDEN LOVE

Sampai kapan aku harus menyimpan perasaan ini?
Perasaan cinta yang tak tersampaikan
Ingin kuungkapkan semua, namun apaday aku tak mampu
Hanya bisa terdiam dalam gelap
Terdiam dalam sakitnya cinta…

            “Onii-chan? Onii-chan…” Suara adikku membangunkanku dari lamunanku tadi.
            “Eehh? Ee..ada apa dek?” Tanyaku gelagapan.
            “Kan nglamun… akunya dikacangin huft..” Dia kemudian cemberut.
            “Hehehe, maaf..maaf… udah selesai belum makannya? Jalan lagi yuk?” Ucapku seraya menghiburnya.
            “Hmm iyadeh ayoo onii-chan..” Dia bangkit dari tempat duduknya kemudian menggandengku ke taman alun alun kota.


            Serah Sarafin, ya dia adalah adikku satu satunya. My little princess, adikku yang sangat amat kusayangi. Mungkin rasa sayangku padanya sudah agak berlebihan. Bukan setara adik kakak, tapi lebih dari itu.. Aku tahu, tak seharusnya aku bersikap seperti itu padanya. Namun apadaya, perasaan itu sudah terlanjur menjalar seluruh hatiku.

*****

            Pagi berikutnya saat aku masih tenggelam dalam lelapnya tidurku, tiba tiba ada seseorang yang mengusap-usap pipiku.

            “Onii-chann…Bangunnn…” Samar-samar seperti suara adikku. Perlahan aku membuka mataku. Ternyata benar, dia sedang duduk disamping wajahku sambil mengelus pipiku dengan lembutnya. Aku segera bangkit dari tempat tidurku.
            “Ohh, pagi adikku sayang~” Aku memberi kecupan selamat pagi di keningnya.
            “Pagi juga kakakku sayang..” Balas adikku sambil mengecup pipiku. “Udah aku buatkan sarapan loo..”
            “Ooh yaudah deh, yuk sarapan deh kalau gitu… ”Kami merapikan tempat tidur kami terlebih dahulu, baru kemudian ke ruang makan untuk sarapan pagi. Tempat tidur kami bertingkat, aku di tempat tidur bawah, sedangkan adikku ada di tempat tidur atas.

            “Kak, nanti aku ada kegiatan klub lagi.. Tungguin yaa..” Pinta adikku di sela-sela sarapan kami.
            “Hehh? Ada kegiatan lagi?” Keluhku.
            “Iyaa, tungguin ya kak?? Please…” Ucap adikku sambil memohon. Duh jadi gak tega,  meskipun malas namun rasa sayangku ini mengalahkan rasa malasku.Akhirnya aku mengalah.
            “Hmm, yaudah deh.. Ntar kakak tungguin...” Jawabku sambil tersenyum.
            “Yeaayy… Makasih ya kakak~” Ucap adikku sambil memelukku dari samping.
            “Hehehe iya iya, yaudah sarapannya cepetan dihabisin, habis itu mandi siap siap berangkat ke sekolah.” Kataku sambil mengusap rambutnya.
            “Siapp! Hehehehe…”

            Setelah mandi dan bersiap-siap, aku dan adikku kemudian berangkat ke sekolah. Kebetulan kami bersekolah di tempat yang sama. Aku kelas 12, sedangkan adikku kelas 11. Hanya beda setahunkan? Ngomong-ngomong ayah dan ibu kami sedang bekerja di luar kota selama beberapa bulan. Jadi kami hanya tinggal berdua di rumah ini. Ayah dan ibu mengirim uang lebih tiap bulannya, jadi kami tidak perlu khawatir akan kebutuhan kami. Semuanya tercukupi.

*****

            Di sekolah saat jam istirahat pun, adikku lebih memilih menghabiskannya bersamaku. Maklum dia tak mempunyai terlalu banyak teman, jadi bisa dipastikan kemana-mana pasti kami selalu bersama. Serah juga tak malu untuk bergaul bersama teman temanku.Yah sejujurnya saja aku tak bisa menyangkal diriku sendiri, aku ingin selalu terus bersamanya.
            “Kamu nggak makan dek?” Tanyaku di sela-sela jam istirahat kami. Kebetulan aku sedang nimbrung bersama teman-temanku.
            “Waaahh gimana sih kau itu? Harusnya kau yang belikan adik kau makan.” Ujar temanku, Derry.
            “Iyanih, katanya kakak yang baik huuuu..” Sambung temanku Dave.
            “Eehh..aku nggak laper kok kak…” Ucap Serah sambil tersenyum padaku.
            “Tuh adik gua gak laper nooh..” Jawabku.
            “Ett daah, siapa tahu aja adik lu itu ngode broo. Kan cewek biasanya suka ngode.” Sambung Dave.
           “Hahaha… Ada-ada aja dah lu berdua.” Jawabku. KRIINGGGG!! Akhirnya bel tanda masuk kelas berbunyi, aku berpisah dengan adikku dan kembali melanjutkan aktivitas belajar kami masing-masing.


*****

14.00…

            Astaga!!! Ini sudah 2 jam! Berapa jam lagi aku harus menunggu disini? Menunggu adalah pekerjaan yang paling  aku tidak suka. Entah mungkin aku orangnya tidak sabaran atau bagaimana yang jelas, aku benar-benar membenci pekerjaan ini. Huft, sabar, demi adikmu broo… Di saat sedang bosan-bosannya menunggu aku berpapasan dengan teman sekelasku, Ruth.

            “Lahh? Belum pulang lu?” Tanyanya padaku.
            “Belom, nungguin adik gua nih.” Jawabku. “Lah lu kenapa belum pulang?”
            “Ini mau pulang hahaha.. Kasian nih yee suruh nungguin.” Ejeknya.
            “Resiko jadi kakak ya begini ini, mau gimana lagi sist..”
            “Aelah.. Ohh ya gue boleh tanya sesuatu sama lugak?” Ujarnya tiba-tiba.
           “Ehh?  Tanya apaan nih? Kalau tanya hutang gua ke elu sorry, gua masih belum ada duit hahahaha.” Jawabku.
            “Aishh, bukan soal itu..Tapi janji yee jangan kesinggung.”
            “Iyaa iya, serius amat lu.” Ruth menghela nafasnya sejenak.
            “Lu… suka sama adik lu sendiri?” Tanyanya. Seketika itu juga, lidahku seakan tercekat. Aku tidak tahu harus menjawab apa padanya.
            “Kok lu bisa tanya gitu?” Tanyaku kaget.
            “Huft, gini ya bro… Gua liat kedekatan lu sama adiklu kayak gak “normal”. Gak kayak kakak adik pada umumnya. Kalau gua bilang sih, kalian itu kayak orang pacaran.” Aku terdiam mendengar penjelasannya. Apa benar di mata orang-orang sekitar kami, kami terlihat terlalu “mesra”?
            “Ini cuman pendapat gua lo ya.” Ujarnya padaku.“ Lu ada rasa sama adik lu sendiri?” Aku hanya menggeleng. Menggeleng dalam kebohongan, dasar pengecut.
            “Gua bingung, Ruth.” Akhirnya aku membuka mulutku. “Mungkin guanya aja yang terlalu sayang sama adik gua. Sampai sampai ada rasa kayak begitu.”
            “Lu harus sadar itu adiklu bro. Kasih perlakuan yang sepantasnya buat seorang adik.” Jelas Ruth. “Syukurlah lo bener-bener ga ada rasa sama adik lu sendiri. That’s a stupid person.” Aku hanya terdiam tanpa kata.Aku terlalu sibuk memikirkan kata-kata Ruth tadi.
           “Udah ya gua pulang dulu..  Bye!” Aku langsung tersadar dari lamunanku. “Ohh ya byee..” Balasku padanya. Tak lama kemudian, jam kegiatan klub adikku pun telah selesai. Adikku langsung berlari memelukku.
            “Kakakk~ Maaf ya nunggu lama…” Ucap Serah.
            “Hahaha… Gapapa kokk, yuk pulang?” Jawabku. Aku menyimpan rasa kegelisahanku tadi dalam-dalam. Lebih baik kalau ia tak mengetahuinya. Ya, untuk saat ini…..

*****






Kita adalah sepasang sepatu
Selalu  bersama, namun tak bisa bersatu
Aku sang sepatu kanan,
Kamu sang sepatu kiri

“Syukurlah lo bener-bener ga ada rasa sama adik lu sendiri. That’s a stupid person.”

            Hahh… Orang bodoh ya? Yapp mungkin memang benar. Memang kata itulah yang tepat menggambarkan aku saat ini. Mencintai adik sendiri? Saudara sedarah sendiri? Itu benar-benar suatu gagasan yang gila. Dan sekali lagi, aku tak bisa menyalahkan siapapun atas keadaan ini, kecuali diriku sendiri. Memang benar kata orang, cinta itu buta. Hahaha, dan itu menjadi kenyataan. Aku mengabaikan semua anggapan orang bahwa aku manusia paling bodoh, goblok lebih tepatnya, dan tetap mengejar cinta yang tidak masuk akal itu.

            Hari itu, setelah pulang sekolah, aku sedang menunggu adikku keluar dari kelasnya. Lama sudah aku menunggu, kok tidak muncul juga batang hidungnya, batinku. Sesaat kemudian, aku melihat adikku berjalan keluar dari sekolah bersama seorang cowok, yang mungkin adalah teman sekelasnya. Sesaat aku bertanya tanya pada diriku sendiri, kebetulan sekali adikku berjalan dengan seorang cowok. Padahal yang aku tahu dia tidak pernah dekat dengan siapapun. Benar benar aneh. Sesaat kemudian, setelah berpisah dengan temannya itu, adikku langsung menghampiriku.

            “Haloo kak, maaf ya lamaa hehehe..” Ucap adekku cengengesan.
            “Ciee yang habis jalan sama cowok.. Tumben bener dah.” Aku mengusap-usap lembut rambutnya.
            “Hehehe, tadi barusan jadi deket kok. Tau gak kak, dia baik banget sama aku. Beda banget sama anak-anak lain yang cuek banget sama aku, eh dianya malah deketin aku terus ngajakin aku ngobrol. Seneng banget rasanya kak..” Cerita adikku panjang lebar. Aku hanya tersenyum mendengarnya. Yah, senang rasanya adikku tidak merasa kesepian lagi. Biasanya yang keluar dari mulutnya setelah pulang sekolah adalah keluhan yang aku rasa tidak ada habisnya.

            “Waah bagus dong, ga kesepian lagi sekarang. Cieee..” Godaku.
            “Ihh, apaan sih kak, udah yuk pulang. Dah laper nihh..” Ucap adikku sambil menggandengku. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum melihat tingkah adikku ini.


*****

            Hari-hari berikutnya, adikku serasa makin dekat dengan cowok yang aku ketahui bernama Aby Chaesar itu. Saat jam istirahat, adikku terlihat selalu berdua dengan Aby. Saat jam pulang juga begitu, mereka juga keluar bersama. Bahkan juga sampai bergandengan tangan. Lama kelamaan rasa tidak suka tumbuh dalam diriku, kakak kandungnya sendiri. Rasa tidak suka yang berdasarkan rasa cinta. Ya dengan kata lain…. Cemburu. Rasa itu seiring dengan waktu makin meracuni hatiku sendiri.
           
            Aku mulai bingung dengan perasaanku sendiri. Apa pantas seorang kakak berbuat seperti ini? Apa pantas seorang kakak mempunyai perasaan seperti ini terhadap adiknya sendiri? Hmm, jujur saja… memang hubunganku dengan adikku dari kecil memang dekat sekali. Apalagi kami hanya berbeda beberapa tahun, tak heran orang-orang akan lebih banyak mengira kalau kami ini adalah pasangan kekasih, bukan saudara. Munafik bila aku tidak menyukainya, aku yang diam-diam menyimpan perasaan pada “My little sister” ini. “Bodoh! Bodoh! Bodoh!” Ucapku berkali-kali. Untung saja saat itu sudah larut malam. Adikku sudah terlelap dari tadi. Sementara aku… untuk sekedar memejamkan mata saja tidak bisa.


            “Hahahaha! Itu berarti lu yang bodoh!” Tawa Ruth saat mendengar ceritaku tentang bagaimana perasaan “jealous”ku. Sejauh ini, hanya dia satu-satunya yang kupercaya bisa menjaga rahasiaku. Maklum, sahabat lama.
            “Gua cuman ditertawain doang nih ceritanya?” Tanyaku sewot.
            “Lah karena emang lu itu bodoh. Sadar lu broo. Gaada yang namanya ikatan cinta sedarah. Sekarang lu kesiksa kan sama perasaan cemburu lo? Padahal itu cuman adik lu sendiri?” Jelas Ruth. Kesal, aku berniat beranjak pergi dari tempat itu.
            “Tiap orang punya hak untuk mencintai, bodoh!”  Kataku. Ruth terdiam beberapa saat. Sepertinya dia kehabisan kata-kata. Namun aku terperangah mendengar ucapannya selanjutnya.
            “Cinta itu memang banyak bentuknya, namun tak semuanya bisa bersatu.” Ucapnya sampai akhirnya dia meninggalkanku. Yah, meninggalkanku sendirian yang memikirkan kata-kata terakhirnya itu.

*****

“Sia-sia saja ternyata aku mempunyai perasaan ini”

            Kalian bisa menebak keadaan kami sekarang? Benar-benar berbeda dari yang sebelumnya. Aku dan adikku tidak seakrab yang dulu. Semenjak adikku menerima cinta dari Aby, hidup kami berubah. Sekarang aku jarang, bahkan tidak pernah pulang bersama adikku. Alasannya, dia pergi dulu berdua bersama Aby. Di rumah pun dia juga begitu, dia lebih banyak menghabiskan waktunya “chattingan” bersama Aby. Huft, padahal dulu saat di rumah dia mengoceh sepanjang hari dan aku dengan senang hati mendengarkannya. Cemburu, marah, tersakiti, entah kenapa perasaan-perasaan setan itu bagaikan pisau-pisau tajam yang menusukku berkali-kali oleh setan yang tidak ingin aku memiliki perasaan ini. Huft. Kurasa aku memang salah besar memiliki perasaan cinta ini. Tapi, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, aku benar-benar mencintainya.

            Sudah sebulan sejak adikku berpacaran, sedikit demi sedikit perasaan cintaku mulai memudar. Tapi masih tersisa sedikit perasaan itu dan aku sama sekali tidak mau membuangnya. Saat aku sedang melamun, tiba-tiba kudengar suara tangisan dari arah pintu utama rumah. Ternyata adikku sedang menangis tersedu-sedu di teras rumah kami. Aku langsung segera menghampirinya (sambil diliputi rasa penasaran + khawatir tentunya).

            “Dek?? Ada apa??” Tanyaku. Tiba-tiba dia langsung memelukku, erat sekali.
            “Dek.. masuk ke kamar dulu yuk. Kamu tenangin diri dulu disana..” Ajakku. Aku balas memeluknya dan menuntunnya sampai ke dalam kamar.
            “Ada apa sebenarnya?” Tanyaku lagi.
            “Hiks…. Ini kak… “ Jawab adikku sambil menunjuk layar hpnya. Terlihat sebuah foto seorang laki-laki yang… sepertinya aku kenal. Tunggu dulu, ini kan Aby. Dan di sampingnya terlihat seorang perempuan, yang nampaknya bukan adikku.
            “Ini… Aby kenapa dek?”
            “Aby… Aby… selingkuhin aku kak… Lalu dia mutusin aku… Hiks.” Ucap adikku terisak. Tangisnya pun semakin menjadi. Melihat itu, aku hanya bisa geram terhadap cowok brengsek yang sudah menyakiti hati adikku ini. Aku memeluk adikku, erat.. Mencoba memberikan kehangatan padanya.
            “Sudah-sudah…. Kamu tenang ya… Kamu masih memilikiku. Jangan sedih ya, sayang.” Ucapku padanya.
            “Maafin aku kak… Udah ngacuhin kakak… maaf kak…” Jawabnya.
            “Gapapa dek…” Aku terdiam sesaat “Sebenarnya… Kakak menyayangimu, juga mencintaimu.” Ucapku pelan.
            “Eh?” Adikku langsung kebingungan. “Maksud kakak? Mencintai berarti… Lebih dari saudara kandung?”
            Aku menghela nafasku. Aku menganggukkan kepalaku pelan. “Aku tahu ini salah, aku tahu seharusnya tidak mencintaimu. Aku tahu bahwa….” Tiba-tiba adikku langsung menciumku tepat di bibir. Sejenak, kami hanyut dalam nikmatnya cumbuan yang baru saja adikku lakukan. Setelah itu, adikku melepaskan cumbuannya dan tersenyum padaku. Senyum yang tak pernah ia tunjukkan selama kami menjadi saudara kandung.
            Malam itu adalah malam yang benar-benar tak terduga bagiku dan bagi adikku. Tak ada yang tahu, dunia tak tahu. Yang aku tahu hanyalah, aku mempunyai adik yang sangat menyayangiku dan aku juga sangat menyayanginya, lebih dari apapun juga.


THE END

            

0 komentar:

Posting Komentar

 
;